Welcome to Basecom Analysis, Please Leave Your Comment Alamat. Jl. Sunan Ampel Kedung malang Purwokerto CP. 081226944797

Jumat, 30 Desember 2011

PERSEPSI ANGGOTA DPRD KABUPATEN PURBALINGGA MENGENAI KUOTA 30 PERSEN PEREMPUAN DI PARLEMEN (STUDI DI KABUPATEN PURBALINGGA)


A.     Latar belakang Masalah
Perempuan dan politik merupakan dua hal yang masih sulit dibayangkan, terutama di negara negara  berkembang. Hal ini karena di negara berkembang masih ada budaya yang menekankan bahwa kedudukan atau peranan perempuan berkisar dalam lingkungan keluarga seperti mengurusi suami, anak-anak, memasak dan segala pekerjaan rumah tangga. Sementara politik selalu digambarkan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan  “power” atau kekuasaan (Ihromi, 1995: 483), bidang yang erat dengan dunia laki-laki dan “tabu” dimasuki oleh perempuan. Sosialisasi di dalam keluarga dan masyarakat, selama berabad-abad telah menempatkan perempuan di luar masalah yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan
Dari segi yuridis, kesetaraan laki-laki dan perempuan, baik di muka hukum dan pemerintahan, memang dijamin UUD 1945, namun realitasnya hingga kini kesetaraan itu tidak pernah tercapai. Kebijakan politik Orde Baru justru meminggirkan perempuan dari posisi-posisi politik yang strategis dalam pengambilan keputusan. Akibatnya sebagian besar produk kebijakan sangat diskriminatif terhadap perempuan. Dalam persoalan hukum, sosial dan budaya yang mempengaruhi representasi perempuan dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan dalam masyarakat kita, laki-laki  mendapat tempat sebagai figur sentral. Dengan demikian laki-laki mendapat kesempatan luas berkiprah di wilayah pubik, sedangkan perempuan yang berpredikat sebagai ibu rumah tangga cukup beraktivitas di wilayah domestik.
Representasi perempuan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif masih sangat minim. Di lembaga legislatif,  anggota DPR RI periode hasil pemilu 2004 hanya 11,7 persen  atau 64 orang dari 550 orang. Tahun 2009 menjadi 14,6 persen atau 82 dari 560 orang. Total kursi di DPRD Jawa Tengah untuk keterwakilan perempuan adalah 21 orang dari 100 anggota dewan, yang berarti 21 persen dari keseluruhan anggota legislatif tahun  2009-2014. Pada periode sebelumnya 15 persen (2004-2009).
Pencantuman ketentuan jaminan keterwakilan perempuan telah memiliki dasar konstitusional yang kuat. Ketentuan Pasal 28 H ayat 2 UUD 1945 menyebutkan setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan sama dalam mencapai persamaan dan keadilan.UU No 39/1999 dan No 7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan juga mengakui pentingnya jaminan keterwakilan perempuan. Secara eksplisit Pasal 46 UU No 39/1999 menyatakan “sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif dan yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang di tentukan.
Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik merupakan instrumen strategis untuk meningkatkan keterwakilan perempuan.UU RI No.12 Tahun 2003 tentang pemilu, anggota DPR, DPD,dan DPRD dalam pasal 65 ayat 1 menyatakan “setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan sekurang-kurangnya 30 persen . Berikut jumlah keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten di Karsidenan Banyumas
Tabel 1. Daftar Anggota Dewan di DPRD Kabupaten Karsidenan Banyumas
No
Kabupaten
Laki-laki
Perempuan
Total
Prosentase Perempuan
1
Kabupaten Banyumas
41
9
50
18,00%
2
Kabupaten Cilacap
42
8
50
16,00%
3
Kabupaten Purbalingga
35
10
45
22,22%
4
Kabupaten Banjarnegara
43
7
50
14,00%

Dengan adanya “jumlah minimal” berupa angka strategis 30 persen dari perempuan untuk dicantumkan oleh tiap partai politik pada dafrtar calon tetap dalam aturan yang memungkinkan kandidat perempuan dapat terpilih melalui pemilu. Peran serta perempuan diharapkan bisa lebih besar dan memberikan kontribusi yang nyata di anggota legislatif. Selain itu didesakkan pula agar angka strategis ini juga diterapkan dalam proses rekruitmen dalam partai yang mensyaratkan adanya kriteria pemilikan yang adil gender dan transparan serta dapat diukur seperti tercantum dalam AD/ART partai politik.
Hal seperti ini ditempuh, karena tanpa jumlah yang signifikan, perempuan tetap tidak akan pernah dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan publik yang punya dampak luas. Pemilu, meskipun bukan solusi, tetapi merupakan cara yang sama untuk menciptakan peluang bagi perubahan. Lewat pemilu, dipilih wakil-wakil yang akan duduk di parlemen yang akan bertugas membuat kebijakan. Calon-calon atau kandidat yang akan menjadi anggota parlemen berasal dari partai politik. Dengan demikian, UU Politik juga merupakan instrument strategis, pencantuman angka 30 persen kandidat perempuan untuk dicalonkan sebagai pengurus parpol, sehingga mereka dapat ikut menentukan kandidat untuk dicalonkan sebagai calon legislatif.
Kuota 30 persen perempuan sudah diberlakukan di Indonesia dan setiap wilayah punya karakteristik sendiri dalam penerapan aturan ini, salah satunya di Kabupaten Purbalingga.   Saat ini perempuan anggota Lembaga di Kabupaten Purbalingga untuk periode tahun 2004-2009 berjumlah  10 orang 22,22 persen dari keseluruhan jumlah anggota legislatif sebesar 45 orang. Jumlah perempuan di lembaga legislatif di Kabupaten Purbalingga masih kurang dari kuota 30 persen. Oleh karena itu, sekiranya perhatian pada proses pencalonan anggota legislatif oleh partai politik sangat menarik untuk dikaji atas tidak terpenuhinya kuota 30 persen bagi perempuan di Lembaga Legislatif Kabupaten Purbalingga.
B.      Perumusan Masalah
“Bagaimana persepsi dan sikap anggota DPRD Kabupaten Purbalingga mengenai kuota 30 persen perempuan di pencalegan?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar