Welcome to Basecom Analysis, Please Leave Your Comment Alamat. Jl. Sunan Ampel Kedung malang Purwokerto CP. 081226944797

Jumat, 30 Desember 2011

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN REMAJA PUTRI DALAM PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI SMA NEGERI 1 KALIWIRO TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009). Permasalahan kesehatan reproduksi yang sering dijumpai dalam siklus kehidupan wanita adalah siklus haid, amenore, dismenore, keputihan dan lain-lain (Cherry, 1999). Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi proses – prosesnya kesehatan terhadap masyarakat (Wahid, 1996).
1
 
Saat ini masih banyak dijumpai penyakit – penyakit infeksi yang mengganggu alat reproduksi (alat kelamin/alat genital) pada wanita. Salah satu tanda gejalanya adalah keputihan. Keputihan adalah keluarnya cairan dari vagina yang tidak berupa darah yang dapat menyebabkan keluhan subyektif pada penderita dan kadang disertai rasa gatal dan rasa nyeri. Keputihan ada dua macam yaitu keputihan yang memerlukan pengobatan atau karena suatu penyakit tertentu disebut dengan keputihan patologis, dan keputihan yang bersifat normal (keputihan fisiologis) yang sebagian besar wanita tidak menghiraukan dan menganggap keputihan normal sebagai suatu peristiwa yang tidak berarti (Wiknjosastro, 1999).
Keputihan ini terjadi karena ketidakseimbangan bakteri dalam flora vagina untuk menjaga derajat keasaman (pH). pH normal sekitar 3,6 - 4,2, dengan tingkat keasaman tersebut Lactobasilus akan tumbuh subur dan bakteri patogen akan mati. Dalam waktu tertentu kadar pH akan berubah yang nantinya akan menimbulkan keputihan. Keputihan dikatakan normal bila tidak berbau, berwarna bening dan muncul pada Bayi Baru Lahir sesudah ovulasi, dapat terjadi pada wanita yang mengalami rangsangan sex atau birahi, atau bisa karena stress, hamil, mengkonsumsi obat hormonal (Thamrin, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Harjani (2007) menyimpulkan terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap remaja putri  kelas XII SMA Tunas Patria Ungaran Semarang tentang keputihan dengan upaya pencegahannya. Hal ini menunjukkan pengetahuan dan sikap remaja putri akan berpengaruh dalam upaya pencegahan keputihan.Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dwi Andriyani (2010) yang menyimpulkan terdapat hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang keputihan dengan perilaku pencegahan keputihan tidak normal di SMA Negeri 1 Paguyangan. Masa remaja adalah masa transisi dari usia 10 – 19 tahun yang ditandai perubahan fisik, mental dan psikis, hal tersebut merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia yang disebut pubertas. Saat ini sekitar 47 juta dari seluruh penduduk Indonesia adalah kelompok remaja (10 – 19 tahun), lebih besar dibanding kelompok bayi, anak-anak, dewasa serta lansia (G Sianturi, 2001).         Salah satu ciri keputihan fisiologis terjadi sebelum haid, setelah haid, masa subur dan saat sedang hamil. Keputihan fisiologis bisa berubah menjadi patologis jika tidak dijaga dengan baik atau secara higienis. Biasanya mereka enggan atau malu membicarakan atau memeriksakan diri ke dokter atau bisa juga karena mereka tidak tahu akan keputihan. Akibatnya, masalah yang seharusnya dapat diatasi secara singkat, mudah dan efektif tapi dibiarkan sehingga menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin lagi ditangani (Coleman, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan hampir semua wanita pernah mengalami keputihan, bahkan ada yang sampai merasa sangat terganggu. Namun, rasa malu untuk diperiksa pada bagian bawah tubuh yang satu ini, sering kali mengalahkan keinginan untuk sembuh. Belum lagi masyarakat kita yang tidak terbiasa memeriksa alat kelamin sendiri, sehingga kalau ada gangguan tertentu tidak segera diketahui. Rasa malu untuk periksa ke dokter juga menyebabkan banyak wanita mencoba untuk mengobati keputihannya sendiri, baik dengan obat yang dibeli di apotik, maupun dengan ramuan tradisional. Mestinya, rasa malu tersebut dibuang jauh-jauh, mengingat betapa seriusnya akibat yang dapat ditimbulkan oleh keputihan yang berkepanjangan tanpa penanganan yang tuntas (Masum, 2005).
Secara alamiah bagian tubuh yang berongga dan berhubungan dengan dunia luar akan mengeluarkan semacam getah atau lendir namun itu adalah hal yang normal. Tapi apabila keputihan tidak segera diobati dapat berakibat lebih parah dan bukan tidak mungkin menjadi penyebab kemandulan. Penyebab keputihan berlebihan terkait dengan cara kita merawat organ reproduksi. Misalnya, mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut (Masum, 2005).
Perilaku kesehatan sendiri merupakan kenyataan tindakan yang tidak bisa lepas dari unsur-unsur pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma (kebudayaan yang lahir, berkembang atau hidup dalam organisasi sosial dan yang diwarnai oleh kepribadian individu-individunya, yang mencakup tiga hal atau aspek yaitu kognitif (kesadaran dan pengetahuan), Afektif (emosi) dan psikomotorik (gerakan atau tindakan) atau dalam istilah umum disebut dengan pengetahuan dan perilaku (Machfoed, 2009).
Pengetahuan remaja putri tentang keputihan diperoleh dari  penalaran, penjelasan, pengalaman dan informasi  yang mereka peroleh. Rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi menjadikan remaja tidak tahu akan dampak keputihan dan masih menganggap keputihan adalah hal yang normal sehingga tidak perlu mendapatkan penanganan yang khusus.
Sikap dalam penelitian ini merupakan reaksi atau respons dari remaja putri terhadap pencegahan keputihan. Setelah Remaja putri mengetahui tentang keputihan (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya), kemudian akan mengadakan penilaian atau pendapat tentang apa yang disikapinya. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap perilaku pencegahan keputihan
Motivasi remaja putri untuk mencegah keputihan tergantung pada diri mereka menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap perilaku pencegahan keputihan. Bagi remaja putri yang mempunyai keyakinan yang kuat mempunyai motivasi kuat pula untuk menjaga kebersihan kebersihan organ genetalia supaya tidak terkena keputihan, namun sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai keyakinan kuat cenderung menganggap bahwa keputihan adalah hal wajar.
Memang keputihan merupakan hal yang wajar, akan tetapi yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (Anonim, 2005). Tindakan-tindakan atau perilaku remaja juga harus diperhatikan mulai dari cara cebok, mengganti celana dalam secara rutin dan menghindari kebiasaan memakai pembalut diluar masa haid.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2010, dengan sampel 10 siswi putri dan ditanya menggunakan kuisioner didapatkan sebanyak 8 anak (80%) tidak melakukan vulva hygiene itu sendiri. Dengan kurangnya pengetahuan tentang vulva hygiene merekapun kurang memeperhatikan cara vulva hygiene yang baik dan itu adalah salah satu faktor penyebab keputihan. Kepatuhan remaja ini dalam mencegah keputihan ini juga masih sangat kurang, mereka juga masih sering menggunakan celana yang ketat dan tidak terbuat dari bahan katun. Sikap mereka pun kurang begitu baik sebanyak 4 orang (40%), dan yang bersikap baik sebanyak 6 orang (60%) dalam upaya pencegahan keputihan. Selain itu sebanyak 7 orang (70%) sudah termotivasi dengan cukup baik dan selebihnya 3 orang (30%) motivasinya masih kurang dengan perilaku pencegahan keputihan
Ketika ditanya tentang Leokhore mereka faham dan mengetahuinya, mereka semua mengatakan mengalaminya yaitu sebelum haid. Mereka juga belum mengerti penyebab dari Leokhore itu sendiri. Dari pihak sekolah sendiri hanya memberikan fasilitas pendidikan kesehatan reproduksi dari guru BK yang waktunya hanya 45 menit dalam 1 minggu itupun masih pengetahuan umum saja.
Berdasarkan fenomena diatas bisa diketahui bahwa kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang vulva hygiene dapat mempengaruhi perilaku mereka bagaimana cara vulva hygiene yang baik. Kurangnnya perhatian khususnya dari pihak sekolah yang kurang memperhatikan tentang pentingnya kesehatan reproduksi sedikit banyak membawa dampak yang kurang baik bagi para remaja dalam menjaga alat reproduksi mereka.
Oleh karena itu alasan peneliti memilih penelitian ini dengan judul“ Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Remaja Putri dalam Pencegahan Keputihan di SMA Negeri 1 Kaliwiro “. Di sekolah ini terdapat kejadian keputihan yang cukup banyak dan hal ini dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya : bimbingan mata pelajaran  BK kurang kurang menekankan pada kesehatan remaja khususnya pada kesehatan reproduksi, dengan lokasi yang kurang strategis sehingga sulit untuk para penyuluhan dari lembaga social yang ada untuk melakukan penyuluhan kepada para siswi di SMA tersebut.
Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena di SMA ini banyak terjadi kejadian keputihan pada para siswi putri tetapi kurang adanya respon dari pihak sekolah untuk mencegahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar